Gunarti dan keluarganya tinggal di kaki Pegunungan Kendeng, tepatnya di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, yang dinela sebagai wilayah karst, bentang alam dari tanah batuan kapur yang menyimpan air layaknya spons raksasa, sehingga berperan sangat penting dalam menjaga ketersediaan air. Saat kemarau melanda, air dari perut bukit karst tetap mengalir.
Harmoni itu mulai terusik ketika kabar tentang rencana pembangunan pabrik semen beredar. Bukan hanya merusak alam, penambangan ini juga merusak hubungan sosial antara warga yang setuju dan tidak. Dalam pusara konflik itu, Gunarti para perempuan Kendeng lainnya, menolak rencana perusakan kampung halaman mereka. Gunarti bahkan sejak 1993 sudah membuka ruang belajar di rumahnya, sekolah adat bagi anak-anak Sedulur Sikep, komunitasnya. Di ruang ini anak-anak dikenalkan pada semangat perjuangan dan pelestarian lingkungan.